Selasa, 19 Februari 2008
Adakah Pacaran Dalam Islam ?
Istilah pacaran itu sudah merupakan kelaziman di tengah masyarakat dan dipahami dengan mudah sebagai bentuk aktifitas dimana pasangan laki-laki dan wanita yang tidak sah (tidak atau belum terikat hubungan suami istri) melakukan mengikat janji untuk saling mengasihi dan menyayangi serta melakukan serangkaian aktifitas berdua.
Dan realitas di tengah masyarakat sudah mengenal persis aktifitas pacaran itu yang identik dengan apel atau kencan baik di malam minggu atau di waktu lainnya. Juga nonton ke bioskop berdua, berboncengan sepeda motor, jalan-jalan berduaan, makan di restoran berduaan, tukar menukar SMS, saling bertelepon siang dan malam dan semua aktifitas lain yang mengasyikkan. Intinya adalah kebersamaan dan berduaan. Hampir sulit dikatakan pacaran bila semua itu dilakukan bersama-sama dalam kelompok besar.
Bahkan hakikat pacaran adalah pada keberduaannya itu. Inilah pacaran yang dikenal masyarakat dan bukan yang tertulis dalam kamus, seperti yang pernah disebutkan oleh pihak tertentu untuk membolehkan hukum pacaran. Konon pacaran menurut kamus tidaklah seperti yang dikenal masyarakat dewasa ini. Sehingga bila mengacu kepada kamus, maka hukumnya boleh.
Jadi dengan pengertian yang lazim dikenal masyarakat sekarang ini tentang pacaran dan agenda acaranya yang intinya berduaan nonton, makan, jalan-jalan, bertelpon dan seterusnya, maka tidak bisa lain semua itu adalah khalwat yang diharamkan. Islam sudah memperingatkan laki-laki dan wanita yang bukan mahram untuk tidak menyepi berduaan karena yang ketiganya adalah setan.
Rasulullah SAW bersabda : �Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan." (Riwayat Ahmad)
Rasulullah SAW bersabda,
�Jangan sekali-kali seorang lak-laki menyendiri (khalwat) dengan wanita kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya�. (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dan lain-lain).
Imam Qurthubi dalam menafsirkan firman Allah yang berkenaan dengan isteri-isteri Nabi, yaitu yang tersebut dalam surah al-Ahzab ayat 53, yang artinya: "Apabila kamu minta sesuatu (makanan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. Karena yang demikian itu lebih dapat membersihkan hati-hati kamu dan hati-hati mereka itu," mengatakan: maksudnya perasaan-perasaan yang timbul dari orang laki-laki terhadap orang perempuan, dan perasaan-perasaan perempuan terhadap laki-laki. Yakni cara seperti itu lebih ampuh untuk meniadakan perasaan-perasaan bimbang dan lebih dapat menjauhkan dari tuduhan yang bukan-bukan dan lebih positif untuk melindungi keluarga.
Ini berarti, bahwa manusia tidak boleh percaya pada diri sendiri dalam hubungannya dengan masalah bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya. Oleh karena itu menjauhi hal tersebut akan lebih baik dan lebih dapat melindungi serta lebih sempurna penjagaannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar